Jakarta, 19 Desember 2025
Pemerintah terus memperkuat Program Imunisasi Nasional untuk melindungi anak Indonesia dari Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) sekaligus mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB). Hingga pertengahan Desember 2025, cakupan imunisasi bayi lengkap nasional tercatat 68,6 persen, sementara cakupan imunisasi lengkap 14 antigen mencapai 66,2 persen. Angka tersebut menunjukkan perlunya percepatan dan pemerataan layanan imunisasi di seluruh wilayah.
Direktur Imunisasi Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan, dr. Indri Yogyaswari, menegaskan imunisasi merupakan hak dasar setiap anak yang dijamin peraturan perundang-undangan dan menjadi fondasi pembangunan kesehatan nasional.
“Imunisasi adalah hak setiap anak yang wajib dipenuhi. Imunisasi tidak hanya melindungi individu dari penyakit berbahaya, tetapi juga melindungi masyarakat dengan mencegah penularan penyakit menular,” ujar dr. Indri dalam Media Briefing Program Imunisasi Nasional di Jakarta, Jumat (19/12).
Selama lebih dari 50 tahun, Indonesia telah menjalankan program imunisasi dan mencatat berbagai capaian, antara lain eradikasi cacar, sertifikasi bebas virus polio liar, serta eliminasi tetanus maternal dan neonatal. Saat ini, sebanyak 14 antigen telah masuk dalam Program Imunisasi Nasional, termasuk introduksi vaksin PCV, Rotavirus, HPV, IPV, hingga vaksin kombinasi heksavalen di sejumlah provinsi.
Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Prof. Sri Rezeki Hadinegoro, menjelaskan imunisasi bekerja dengan melatih sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi dan sel memori sejak dini.
“Jika imunisasi diberikan sesuai jadwal, tubuh akan membentuk sel memori yang siap melawan virus atau bakteri penyebab penyakit. Dengan demikian, anak terhindar dari infeksi berat dan risiko penularan kepada orang lain dapat dicegah,” jelas Prof. Sri Rezeki.
Ia menegaskan pemberian berbagai vaksin sejak bayi aman dan tidak menyebabkan kelebihan beban pada sistem imun.
“Tidak ada bukti ilmiah bahwa vaksin menyebabkan sistem imun bayi mengalami overload. Sejak lahir, bayi sudah terpapar ribuan antigen secara alami dalam kehidupan sehari-hari,” tegasnya.
Prof. Sri Rezeki juga menekankan kekebalan kelompok (herd immunity) sebagai kunci pencegahan wabah PD3I. Penyakit dengan tingkat penularan tinggi membutuhkan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata.
“Kekebalan kelompok hanya tercapai bila cakupan imunisasi tinggi, merata, dan berkesinambungan. Jika cakupan rendah, risiko penularan meningkat dan dapat memicu Kejadian Luar Biasa dengan dampak kesakitan dan kematian yang lebih besar,” ujarnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan memperkuat berbagai aspek pendukung, mulai dari penyediaan vaksin dan logistik imunisasi, penguatan rantai dingin, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dan kader, pengembangan sistem pencatatan elektronik, hingga kolaborasi lintas sektor dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi profesi, dan media.
Pemerintah menargetkan cakupan imunisasi bayi lengkap sebesar 80 persen pada 2025 dan 85 persen pada 2026 guna memperkuat kekebalan komunitas dan melindungi anak-anak Indonesia dari ancaman PD3I.
Menutup pernyataannya, Prof. Sri Rezeki mengajak orang tua dan masyarakat berperan aktif mendukung imunisasi.
“Orang tua yang melengkapi imunisasi anaknya tidak hanya melindungi anaknya sendiri, tetapi juga ikut melindungi anak-anak lain yang belum atau tidak dapat diimunisasi. Inilah wujud gotong royong di bidang kesehatan,” pungkasnya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut, masyarakat dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, atau email [email protected]. (DJ/SK)
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik
Aji Muhawarman, ST, MKM